Selasa, 21 April 2015

Pelanggaran Lalu Lintas Simbol Keterpurukan Moral


Saya sering membaca dan mendengar kata kata ‘keterpurukan moral‘. Kebanyakan memaknai keterpurukan moral dengan hal yang berhubungan misalnya dengan korupsi, kekerasan atau kecurangan. Bagaimana dengan pelanggaran lalu lintas?



Saya seringkali berfikir ketika berada dijalanan dan melihat fakta yang ada. Masyarakat pada umumnya sudah tidak ada rasa malu ketika mereka melanggar sebuah aturan dengan terang terangan. Bahkan mereka tak ragu lagi untuk berbuat kasar ketika ada orang yang menegurnya. Tidak sedikit juga yang ketika ditindak oleh aparat lalu lintas, mereka malah menghujat aparat tersebut. Ada yang bilang si aparat sedang cari uang lah, sedang iseng lah. Padahal sudah jelas, mereka melanggar sebuah aturan dan harus ditindak.

Hal yang terparah adalah, mereka sudah tidak ragu untuk membunuh. Membunuh? YA membunuh! Dengan prilaku mereka yang ugal ugalan, jelas mereka bisa mencelakakan dan membahayakan orang lain. Bahkan menghilangkan nyawa orang lain. Dan saya selalu bertanya dalam hati, apakah otak mereka tidak berfikir sampai kesana? Itu baru salah satu contoh. Bagai mana dengan orangtua yang berkendara dengan anaknya yang masih kecil, yang dimana sang orang tua menggunakan segala atribut, mulai dari helm sampai jaket, sedangkan anaknya yang masih kecil, tidak dilengkapi atribut berkendara apapun. Apakah ini sebuah rencana pembunuhan?

Belum lagi prilaku, menyerobot jalur busway, melewati garis putih, lewat trotoar, melawan arah, kebut kebutan dan banyak lagi prilaku yang merugikan dan merampas hak orang lain orang lain. Kalau begitu, apa bedanya pelanggar aturan lalu lintas dengan koruptor? mereka sama sama merampas hak orang lain. Dan apa bedanya pelanggar aturan lalu lintas dengan premanisme? mereka sama sama tidak bisa menghargai orang lain dan pastinya mereka sama sama meresahkan.





Pendidikan tinggi-pun tidak menjamin mereka lepas dari gelar koruptor jalan raya dan preman jalan raya. Contoh yang seringkali saya lihat adalah ketika saya melintasi salah satu universitas besar di selatan Jakarta. Saya akan menemukan banyak sekali mahasiswanya yang menjadi koruptor dan preman jalan raya. Mulai dari tidak pakai helm sampai melawan arus kendaraan. Terus, apa gunanya mereka demonstrasi menuntut penegakan hukum. Mereka aja ga ngerti hukum di jalan raya.. Koruptor teriak koruptor.. Basi!


Foto diambil saat demonstrasi mahasiswa di depan Istana Negara

Perhatikan foto diatas. Saya mengambil foto ini ketika demonstrasi mahasiswa di depan Istana Negara sekitar satu tahun lalu. Saya tidak bilang mereka pasti seorang mahasiswa. Tapi melihat dari lokasi dimana mereka berada dan melihat cara berpakaiannya, saya menyimpulkan mereka adalah mahasiswa. Berapa pelanggaran yang mereka lakukan? Sebut saja, mengangkut orang lebih dari dua, tidak menggunakan helm, tidak memasang plat nomor belakang, menutupi lampu depan dengan bendera. Dan satu lagi kesalahan fatal adalah, tersenyum saat di foto.

Pertanyaannya adalah? apakah mereka tahu tentang aturan jalan raya? Tahukah mereka tentang resiko terburuk dalam berlalu lintas? Jika jawabannya ya, dan mereka tetap melanggarnya, berarti mereka sama saja dengan preman jalanan yang berbuat suka suka. Jika jawabanya tidak, saya memastikan apa yang mereka bawa dalam setiap demonstrasi, mereka pun sebenernya gag ngerti. Wong aturan lalu lintas aja ga ngerti, apa lagi aturan perundang undangan, politik, hukum dan hal hal njelimet lainnya?

Inilah realitas di Republik ini. Maling teriak maling adalah hal biasa. Perampasan hak manusia dan perbuatan tidak menyenangkan seringkali terjadi di jalan raya. Saya hanya bisa mengajak untuk bercermin dari diri sendiri. Apakah kita sudah berkendara dengan benar dan tidak merampas hak orang lain? Tanyakan pada diri anda sendiri. (*)
 
sumber : motorbiru.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar